Rabu, September 10, 2008

Pailit

Kolom Jendela 234
Diunduh dari Harian Jurnal Nasional, Jakarta | Jum'at, 05 Sep 2008
by : N. Syamsuddin CH. Haesy
ABU Hurairah berkesaksian. Suatu ketika Rasulullah Muhammad SAW bertanya kepada para sahabat: "Tahukah kalian, siapa orang pailit di antara umatku?" Seorang sahabat menjawab, orang yang pailit adalah mereka yang bangkrut, dan karenanya tak mempunyai harta benda. Rasulullah menggelengkan kepala, lalu bersabda, "Sesungguhnya, orang yang pailit dari umatku adalah mereka yang datang di hari kiamat lengkap dengan salat, puasa, dan zakatnya. Tetapi, ia juga telah memaki si A, menuduh si B, memakan harta si C, menumpahkan darah si D, dan melukai si E. Allah memberikan hasanat, kebaikan untuk salat, puasa, dan zakatnya kepada A, B, C, D, dan E. Jika habis hasanatnya, namun belum cukup tanggungannya, maka diambilkan dari dosa-dosa orang yang dianiaya itu, lalu dibebankan kepadanya."

Akan halnya suatu bangsa akan mengalami kepailitan bila bangsa itu mengalami lima kejadian yang buruk. Rasulullah Muhammad SAW sebagaimana kesaksian Umar bin Khattab, seperti diriwayatkan Ibn Majah dan Al Haakim, mengurai lima hal yang mengerikan itu.

Pertama, menjalarnya pelacuran karena legalisasi pemerintahnya, sehingga berkembanglah wabah tha'un (AIDS) dan berbagai penyakit yang tidak pernah terjadi pada nenek (orang-orang tua) mereka; Kedua, berkembangnya bencana bala' kahat atau laip, berupa berkurangnya hasil bumi, berkembangnya pengangguran, berlangsungnya krisis ekonomi, dan kejamnya pemerintahan (penguasa), akibat berlangsungnya transaksi bisnis yang tidak adil, dan perdagangan yang curang; Ketiga, berlangsungnya perubahan musim penghujan dan kemarau, dengan kemarau panjang. Kalaupun hujan turun, hal itu hanya karena di negeri itu masih terdapat hewan ternak. Bencana itu disebabkan oleh sikap penduduk yang enggan (dan bahkan menolak) kewajiban membayar zakat harta; Keempat, datangnya penjajah bangsa lain untuk merampas hak milik mereka, sebagai akibat mereka tidak percaya, tidak yakin terhadap janji Allah dan rasul-Nya; dan, Kelima, binasanya para imam karena ulah dan polah sendiri (pertikaian) yang tidak mau mengikuti petunjuk yang sudah digariskan Allah di dalam kitab suci Al Qur'an.

Amiril Mukminin Ali bin Abi Thalib, menegaskan, jangan meminta hajat kebutuhan dari manusia, yang rejekinya di ujung takaran dan timbangan. Karena pada dasarnya merekalah yang kelak akan pailit, dan menciptakan kepailitan bagi umat manusia. Karena itu, amiril mukminin mengajarkan hikmat yang tepat:

Sungguh celaka mereka yang menjual habbah (biji-bijian), dan dikurangi (dipotong) jannah (surga), selebar langit dan bumi. Atau membeli habbah untuk ditambah dengan jurang di jahanam (neraka), yang apabila bukit-bukit dunia dimasukkan ke dalamnya, pasti akan cair. Karena itu, berhati-hatilah dengan mereka yang menjual dan curang dalam timbangan, sehingga mengurangi hak orang lain. Karena, mereka sesungguhnya orang-orang yang pailit di neraka, karena telah membuang surga. Dan orang yang membeli, lalu melebihi takaran yang semestinya, sesungguhnya ia sedang menambah bilangan jurang di dalam jahanam.

Orang-orang yang pailit adalah mereka yang meratapi masa depannya, karena mengabaikan kesempatan berbuat baik, bajik, dan bijak pada masa kini. Laksana kisah Malik bin Dinar, yang menjenguk tetangganya yang mengeluh, seolah sedang mendaki dua bukit api. Ketika Malik bertanya, apa pekerjaannya dulu. Keluarganya bilang: dia mempunyai dua timbangan untuk membeli dan menjual. Malik meminta kedua timbangan itu dan menghancurkannya. Tapi, belum cukup. Ia mati dalam sakit yang tak tersembuhkan deritanya. Sang tetangga mati dalam keadaan pailit.

[ Kembali ]

Tidak ada komentar: