Dikutip dari Harian KOMPAS, Kamis, 7 Agustus 2008, halaman 01.
New York, Selasa - Kenaikan harga pangan dan energi, perubahan iklim, serta meningkatnya migrasi dan kejahatan internasional akan memicu ketidakadilan dan kekerasan di dunia pada dekade mendatang. Demikian isi laporan berjudul ”2008 State of Future Report” yang dibuat para analis di lembaga Millennium Project.
Laporan itu dimotori World Federation of UN Associations, badan-badan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang memiliki perwakilan di lebih dari 100 negara. Laporan itu dipublikasikan di Markas PBB di New York, Amerika Serikat, Selasa (5/8).
Laporan itu mengingatkan para pemimpin dunia bahwa masih ada instrumen yang bisa membuat ancaman itu tak terwujud. Instrumen yang dimaksud adalah kemajuan sains dan teknologi, perbaikan pendidikan, ekonomi, manajemen, dan sistem, serta perbaikan etika atau perilaku di berbagai bidang. ”Hal ini, jika terwujud, akan membuat dunia lebih baik dibandingkan dengan keadaan sekarang ini,” demikian isi laporan tersebut.
Laporan itu mengemukakan ada 15 tantangan global yang mengancam dunia pada masa datang. Beberapa di antaranya adalah kelangkaan persediaan air, krisis energi, hingga peningkatan kejahatan terorganisasi dan etika global makin kacau. Hal itu memerlukan perhatian penuh untuk diatasi secara dini.
Laporan tersebut juga menyatakan, separuh dunia ini sangat rentan ketidakstabilan sosial dan kekerasan. Hal ini antara lain adalah dampak negatif dari kenaikan harga pangan dan energi, jatuhnya sejumlah pemerintahan akibat gagalnya negara-negara, serta kelangkaan air dan faktor lainnya.
Laporan itu mengutip Pusat Analisis Angkatan Laut AS yang mengidentifikasi 46 negara berpenduduk 2,7 miliar jiwa rawan akan konflik bersenjata. Sebanyak 56 negara berpenduduk 1,2 miliar jiwa menghadapi risiko ketidakstabilan politik.
Hingga pertengahan tahun 2008, demikian laporan tersebut, sudah terjadi 14 peperangan yang mengakibatkan lebih dari 1.000 orang tewas. Peperangan itu terjadi di Afrika (5), Asia (4), Amerika (2), Timur Tengah (1), dan satu lagi didefinisikan sebagai gerakan antiekstremis global.
Krisis pangan
Laporan itu juga mengingatkan kembali perkiraan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), ada 37 negara yang menghadapi krisis pangan. Krisis pangan tersebut disebabkan oleh berbagai faktor, seperti permintaan yang terus meningkat pesat dari negara-negara berkembang, harga minyak yang semakin tinggi, hingga mahalnya pupuk dan spekulasi di pasar komoditas.
”Harga bahan pangan pokok akan naik 50 persen dari sekarang pada 2013 dan menjadi dua kali lipat di seantero dunia dalam 30 tahun mendatang. Harga biji-bijian sebagai contoh, termasuk gandum dan beras, telah naik 129 persen sejak 2006,” demikian peringatan laporan itu.
Ditambahkan, ada potensi untuk terjadinya sekitar tiga miliar jiwa warga dunia yang berpendapatan 2 dollar AS atau kurang dari itu per hari. Jika ini terjadi, konflik sosial global dalam jangka panjang tampaknya tidak dapat dihindari.
Namun, berita positifnya adalah, hal ini dapat dihindari jika ada kebijakan pangan yang serius dan berguna. ”Penemuan ilmiah tentang pangan akan membawa kecerahan baru,” demikian tertulis dalam laporan itu.
Permintaan pangan yang lebih banyak juga memerlukan pasokan air, tanah, dan pupuk. Para penulis laporan merekomendasikan cara pertanian baru, seperti sistem pengairan yang lebih baik, manajemen irigasi, dan rekayasa genetika untuk menghasilkan bulir yang lebih banyak.
Senada dengan peringatan itu, dalam sebuah seminar di Bandung, Rabu (6/8), Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda mengatakan RI akan mendesak PBB untuk menjadikan isu ketahanan pangan dalam agenda Sidang Umum PBB pada September 2008.
Rencana itu didukung Mesir dan Cile. Isu pangan, kata Hassan, dalam lima bulan terakhir menjadi kekhawatiran sejumlah negara berkembang dan miskin di dunia. Naiknya harga bahan bakar diiringi naiknya harga pangan membuat sejumlah negara mengalami krisis pangan dan politik. ”Isu pangan memicu demonstrasi di Manila, Banglades, dan bahkan menjatuhkan pemimpin di Haiti,” tutur Hassan.
Laporan PBB itu juga menyebutkan salah satu tantangan utama yang dihadapi umat manusia ke depan adalah ketersediaan air. Laporan itu mengatakan sekarang saja sudah ada 700 juta jiwa yang kekurangan air, atau hanya mendapatkan air kurang dari 1.000 kubik meter per orang per tahun. Angka ini dapat bertambah menjadi tiga miliar orang pada tahun 2020 karena perubahan iklim.
Laporan itu juga mengingatkan kembali perkiraan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), ada 37 negara yang menghadapi krisis pangan. Krisis pangan tersebut disebabkan oleh berbagai faktor, seperti permintaan yang terus meningkat pesat dari negara-negara berkembang, harga minyak yang semakin tinggi, hingga mahalnya pupuk dan spekulasi di pasar komoditas.
”Harga bahan pangan pokok akan naik 50 persen dari sekarang pada 2013 dan menjadi dua kali lipat di seantero dunia dalam 30 tahun mendatang. Harga biji-bijian sebagai contoh, termasuk gandum dan beras, telah naik 129 persen sejak 2006,” demikian peringatan laporan itu.
Ditambahkan, ada potensi untuk terjadinya sekitar tiga miliar jiwa warga dunia yang berpendapatan 2 dollar AS atau kurang dari itu per hari. Jika ini terjadi, konflik sosial global dalam jangka panjang tampaknya tidak dapat dihindari.
Namun, berita positifnya adalah, hal ini dapat dihindari jika ada kebijakan pangan yang serius dan berguna. ”Penemuan ilmiah tentang pangan akan membawa kecerahan baru,” demikian tertulis dalam laporan itu.
Permintaan pangan yang lebih banyak juga memerlukan pasokan air, tanah, dan pupuk. Para penulis laporan merekomendasikan cara pertanian baru, seperti sistem pengairan yang lebih baik, manajemen irigasi, dan rekayasa genetika untuk menghasilkan bulir yang lebih banyak.
Senada dengan peringatan itu, dalam sebuah seminar di Bandung, Rabu (6/8), Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda mengatakan RI akan mendesak PBB untuk menjadikan isu ketahanan pangan dalam agenda Sidang Umum PBB pada September 2008.
Rencana itu didukung Mesir dan Cile. Isu pangan, kata Hassan, dalam lima bulan terakhir menjadi kekhawatiran sejumlah negara berkembang dan miskin di dunia. Naiknya harga bahan bakar diiringi naiknya harga pangan membuat sejumlah negara mengalami krisis pangan dan politik. ”Isu pangan memicu demonstrasi di Manila, Banglades, dan bahkan menjatuhkan pemimpin di Haiti,” tutur Hassan.
Laporan PBB itu juga menyebutkan salah satu tantangan utama yang dihadapi umat manusia ke depan adalah ketersediaan air. Laporan itu mengatakan sekarang saja sudah ada 700 juta jiwa yang kekurangan air, atau hanya mendapatkan air kurang dari 1.000 kubik meter per orang per tahun. Angka ini dapat bertambah menjadi tiga miliar orang pada tahun 2020 karena perubahan iklim.
Perubahan iklim
Laporan itu juga memperingatkan Afrika akan mengalami pukulan paling berat walaupun benua itu juga berkontribusi pada masalah iklim. Bagian selatan Afrika diperkirakan akan mengalami penurunan produksi jagung hingga 30 persen pada 2030.
Lembaga itu menyerukan agar dibentuk strategi global AS-China untuk membahas masalah perubahan iklim secara serius. Strategi itu akan mampu mendorong berbagai penemuan dan tindakan yang mengatasi dampak buruk perubahan iklim.
Hal ini, misalnya, bisa diwujudkan dengan menciptakan kendaraan elektrik, pertanian dengan air asin, pengurangan emisi karbon, satelit tenaga surya, protein hewani dari bahan nonhewan, dan lainnya.
Persoalan energi akan memusingkan kepala. Masalahnya, permintaan global terhadap energi akan bertambah menjadi dua kali lipat dalam jangka 20 tahun. Di sisi lain sumber-sumber energi utama semakin sedikit. Laporan itu merekomendasikan investasi besar-besaran untuk menghasilkan energi tenaga angin, panas bumi, matahari, biofuel berbasis air asin. (AFP/JOE)
[Kembali]
Laporan itu juga memperingatkan Afrika akan mengalami pukulan paling berat walaupun benua itu juga berkontribusi pada masalah iklim. Bagian selatan Afrika diperkirakan akan mengalami penurunan produksi jagung hingga 30 persen pada 2030.
Lembaga itu menyerukan agar dibentuk strategi global AS-China untuk membahas masalah perubahan iklim secara serius. Strategi itu akan mampu mendorong berbagai penemuan dan tindakan yang mengatasi dampak buruk perubahan iklim.
Hal ini, misalnya, bisa diwujudkan dengan menciptakan kendaraan elektrik, pertanian dengan air asin, pengurangan emisi karbon, satelit tenaga surya, protein hewani dari bahan nonhewan, dan lainnya.
Persoalan energi akan memusingkan kepala. Masalahnya, permintaan global terhadap energi akan bertambah menjadi dua kali lipat dalam jangka 20 tahun. Di sisi lain sumber-sumber energi utama semakin sedikit. Laporan itu merekomendasikan investasi besar-besaran untuk menghasilkan energi tenaga angin, panas bumi, matahari, biofuel berbasis air asin. (AFP/JOE)
[Kembali]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar