MANAJEMEN PARPOL
Dikutip dari Rubrik POLITIK & HUKUM di Harian KOMPAS, Jumat, 27 Juni 2008 halaman 4.
JAKARTA, KOMPAS – Dinamika politik di Indonesia didominasi oleh pertempuran individu politisi, bukan pertarungan ideologi di antara partai politik. Politisi pun hanya menjadikan partai politik sebagai kendaraan untuk kepentingan jangka pendeknya.
Demikian dikatakan Firmansyah, Wakil Kepala Program Pascasarjana Ilmu Manajemen di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, dalam peluncuran bukunya yang berjudul Mengelola Partai Politik, Komunikasi dan Positioning Ideologi Politik di Era Demokrasi di Jakarta, Kamis (26/6).
”Kita sering terjebak pada elitisme, mendudukkan politisi di atas parpol,” katanya lagi.
Dalam bukunya itu, Firmansyah sangat menekankan arti penting pemasaran ideologi partai dalam mengelola partai. Politisi masuk partai juga bukan hanya untuk menempatkan tokohnya menjadi ketua umum dan membumihanguskan yang kalah, tetapi yang terpenting adalah membangun sistem kepartaian.
Dia mencontohkan, meskipun sedemikan kuat pertarungan antara Barack Obama dan Hillary R Clinton di Partai Demokrat, hal itu tidak membuat perpecahan dalam tubuh partasi tersebut.
Manajemen parpol, kata Firmansyah, sudah saatnya dikelola lebih serius, meliputi pola rekrutmen, penghargaan, dan sanksi atas hasil kerja, serta jenjang karier pekerja partai.
Yuddy Chrisnandi dari Fraksi Partai Golkar DPR, sebagai pembahas, menilai, banyak partai yang tidak berani menampilkan ideologinya secara tegas, termasuk Partai Golkar. Hal ini membuat pemilih sulit memahami ideologi partai yang satu dengan partai yang lain dan tidak memiliki pendukung setia yang besar.
Fahri Hamzah dari Partai Keadilan Sejahtera menegaskan, Islam merupakan inspirasi dari partainya. Agama tidak membuat manusia bermusuhan satu sama lain, tetapi justru mempersatukan manusia.
”Tuhan menganjurkan orang yang beragama untuk memelihara keindahan yang Ia ciptakan,” lanjutnya.
Fungsionaris Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Budiman Sudjatmiko menekankan, parpol harus mampu mentransformasikan tradisi yang ada di partai itu menjadi ideologi, platform, lalu kebijakan. Untuk itu, setiap partai harus memiliki filosofi.
”Hampir semua parpol sekarang ini tidak mempunyai folosofi politik,” ucapnya.
Pengamat politik Daniel Dhakidae, dalam pengantar diskusi, menyebutkan, selama Orde Baru, Indonesia tidak memiliki politisi. Yang ada hanyalah birokrat politik yang menjalankan kehidupan politik.
Hal ini disebabkan partai tidak mempunyai otoritas untuk menentukan sendiri apa yang akan dibuatnya. Saat itu hanya ada Golkar dan partai lainnya hanya menjadi satelit. Golkar merupakan satelit tentara. (SUT)
Dikutip dari Rubrik POLITIK & HUKUM di Harian KOMPAS, Jumat, 27 Juni 2008 halaman 4.
JAKARTA, KOMPAS – Dinamika politik di Indonesia didominasi oleh pertempuran individu politisi, bukan pertarungan ideologi di antara partai politik. Politisi pun hanya menjadikan partai politik sebagai kendaraan untuk kepentingan jangka pendeknya.
Demikian dikatakan Firmansyah, Wakil Kepala Program Pascasarjana Ilmu Manajemen di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, dalam peluncuran bukunya yang berjudul Mengelola Partai Politik, Komunikasi dan Positioning Ideologi Politik di Era Demokrasi di Jakarta, Kamis (26/6).
”Kita sering terjebak pada elitisme, mendudukkan politisi di atas parpol,” katanya lagi.
Dalam bukunya itu, Firmansyah sangat menekankan arti penting pemasaran ideologi partai dalam mengelola partai. Politisi masuk partai juga bukan hanya untuk menempatkan tokohnya menjadi ketua umum dan membumihanguskan yang kalah, tetapi yang terpenting adalah membangun sistem kepartaian.
Dia mencontohkan, meskipun sedemikan kuat pertarungan antara Barack Obama dan Hillary R Clinton di Partai Demokrat, hal itu tidak membuat perpecahan dalam tubuh partasi tersebut.
Manajemen parpol, kata Firmansyah, sudah saatnya dikelola lebih serius, meliputi pola rekrutmen, penghargaan, dan sanksi atas hasil kerja, serta jenjang karier pekerja partai.
Yuddy Chrisnandi dari Fraksi Partai Golkar DPR, sebagai pembahas, menilai, banyak partai yang tidak berani menampilkan ideologinya secara tegas, termasuk Partai Golkar. Hal ini membuat pemilih sulit memahami ideologi partai yang satu dengan partai yang lain dan tidak memiliki pendukung setia yang besar.
Fahri Hamzah dari Partai Keadilan Sejahtera menegaskan, Islam merupakan inspirasi dari partainya. Agama tidak membuat manusia bermusuhan satu sama lain, tetapi justru mempersatukan manusia.
”Tuhan menganjurkan orang yang beragama untuk memelihara keindahan yang Ia ciptakan,” lanjutnya.
Fungsionaris Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Budiman Sudjatmiko menekankan, parpol harus mampu mentransformasikan tradisi yang ada di partai itu menjadi ideologi, platform, lalu kebijakan. Untuk itu, setiap partai harus memiliki filosofi.
”Hampir semua parpol sekarang ini tidak mempunyai folosofi politik,” ucapnya.
Pengamat politik Daniel Dhakidae, dalam pengantar diskusi, menyebutkan, selama Orde Baru, Indonesia tidak memiliki politisi. Yang ada hanyalah birokrat politik yang menjalankan kehidupan politik.
Hal ini disebabkan partai tidak mempunyai otoritas untuk menentukan sendiri apa yang akan dibuatnya. Saat itu hanya ada Golkar dan partai lainnya hanya menjadi satelit. Golkar merupakan satelit tentara. (SUT)
Kembali
Tidak ada komentar:
Posting Komentar